Langsung ke konten utama

Ini Aku

 Hai..

Ini Aku



Jika kau mengira aku aneh dan merasa beda, akupun merasa demikian. Aku tidak paham dengan diriku sendiri. Meski sebenarnya belum tentu semua orang pun paham dengan apa yang terjadi pada diri mereka sendiri. Aku tidak mau disalahkan, karena itu semua juga berlangsung bukan karena di sengaja. Banyak faktor tentunya, dan aku merasa, ‘kenapa aku harus mengataknnya padamu?’

Ini aku, ini diriku. Kamu tidak bisa memaksaku untuk menjadi seperti apa yang kamu mau dan kamu ekspektasikan.

Tapi satu hal dalam diriku. Aku akan muak ketika aku tahu kemana pembahasan itu,; mereka berbohong, mereka meremehkan, mereka manipulatif. Aku muak dengan pembahasan itu. I don’t know.

Mungkin itu terlihat seperti aku akan membukakan pintu ke mereka, dan mereka bisa bebas memasukinya kapan pun. Tapi itu tidak. Tidak berlaku untukku. Jika aku bersedia membuka pintu, itu artinya aku akan membukanya hanya untuk satu kali. Bisa itu hanya memperlihatkan isi yang didalamnya terdapat dinding kokoh dengan sedikit kecacatan, atau dinding rapuh yang bisa roboh kapan saja. atau terkadang, ‘pintu’ yang selalu aku jaga dengan rapat, dan tanpa kusadari pintu itu akan terbuka lebar pada orang atau sesuatu yang tidak di duga. padahal sebuah diary pun tidak bisa untukku jadikan sebagai tempat ku menapung isi dibalik pintu ini.

Mungkin setiap orang memiliki isi masing-masing, dan setiap orang juga berhak untuk menentukan apakah ia bersedia untuk membagikan isi nya, hanya sekedar bayangan, sepersekian detik, atau bahkan tidak sedikitpun. Itu hak. Dan tidak bisa terus-terusan memaksa harus memberi mereka sekedar celah untuk mengintip, karena hal itu terlalu ‘hey, don’t do that! Biarkan ia mencair dengan sendirinya’.

Siapa bilang ia tak mau berbagi. Masalahnya hanya ada pada kontrol. Dan aku tidak bisa mengontrol diriku untuk bersikap selayaknya, hanya tidak bisa.

Mungkin aku egois. Tapi keadaan selalu mengatakan itu ‘normal’

Aku tidak bisa berjanji untuk keluar. Karen aku yang menjalani. Akupun buka tipe orang yang close minded, justru aku senang akan kritik dan saran. Hanya saja, tidak berhak untuk terus-menerus menembus dinding pribadiku karena itu bukan keharusan.

Biarkan aku menyimak. Sedangkan aku yang lain berada dibalik dinding kokoh yang sengaja ku bangun sebagai bentuk senjata dan tameng. Jika itu baik, pasti akan tersampaikan dan terprogram oleh diriku didalam sana. Dan jika memang tidak selaras, ia tidak akan berjalan dan efeknya aku yang penjaga harus mengerahkan semua kemampuan untuk tetap melindungi dan menjaga dinding tersebut tetap kokoh. Meski semkain retak dan bocor, bubuk keajaiban akan selalu ada menemani. Mungkin juga itu bagian dari perlindungan diri? Ini aku.

Karena sejatinya, setiap yang hidup akan selalu diikuti oleh kegelapan. Dan setiap kegelapan yang menyapa si hidup, pasti akan selalu ada cahaya yang memberikan penerangan. Karena begitulah hidup, sampai akhirnya kita pulang ke pangkuan.    

 

                                                                                                                                                03:23

Bandung, 05 Oktober 2020

re-up
30-10/2023

Komentar

Postingan populer dari blog ini

"untuk waktu bagai penyiksaan" untuk waktu bagai penyiksaan entah hukum atau rayuan untuk waktu yang dilewati dengan rumbai air mata bersabar adalah pijakan selain hujatan untuk setiap detail kebijakan yang dianggap remeh mereka bahkan tidak tahu narasi yang sebenarnya untuk setiap argumentasi yang berujung penistaan terkutuklah jiwa-jiwa idealis itu yang berlumur dengki  kenestapaan   bandung, 21/03/2023

Bingkai

  Berkali-kali nestapa menyesatkanku dalam lubang hitam Diriku akan tetap membumi Berkali-kali kabut hitam menutupi jalan ke rumah warasku Diriku akan kembali Sebagaimana sumpah-serapah menyebabkanku membusuk Sebagaimana aku jatuh lalu tersungkur hingga diam membisu Aku akan tetap mewangi Pijakanku kian mengakar ke inti bumi   -yup-

RONA

 seperti siang berganti malam terangnya rembulan menunggu terik mentari seperti sepasang hitam dengan putih luasnya samudera menantang cakrawala jangan lagi belenggu hatiku dengan sendu jauhkan saja jiwaku dari pilu barangkali giliranku duduk bersamamu