Cuaca bandung setelah hujan menjadi
favoritku akhir-akhir ini. Jalanan aspal yang masih basah karena hujan
mengguyur Bandung sore itu mengeluarkan aroma khas. Petrichor Namanya. Aku berjalan
menyusuri gang kecil dari kost menuju toserba terdekat untuk membeli kebutuhan
yang sudah hampir habis. Di sisi jalan yang ku lewati terlihat sekumpulan pemuda
yang tengah bermain dengan ponsel pintarnya, sekilas refleks konyolku tampil;aku
berpikir untuk berbalik dan mencari jalan lain. Di seberang sana, terlihat dua
pemuda lain dengan kaki lebarnya menyebrang kearahku atau lebih tepatnya menghampiri
abang-abang penjual siomay dan pelanggannya di depanku; masing-masing dari
mereka menenteng kendang dan gitar. Tak lama kemudian petikan gitar itu berbunyi
disambut dengan ketukan kendang dengan tempo yang pas, suara yang dihasilkan pun
tidak begitu buruk. Ternyata keluar kost setelah seharian berdiam diri tidak
buruk juga.
Kakiku berjalan memasuki toserba,
wangi yang khas mulai memasuki indra penciumanku. Ku pilih keranjang tenteng
saat ini, karena kebutuhannya pun tidak begitu banyak. Setelah lama
berkeliling, aku sadar seharusnya aku tidak keluar di hari weekend seperti
ini; ternyata banyak pengunjung dan itu lumayan pengap.
Setelah semuanya selesai, aku bergegas
menuju kasir untuk melakukan pembayaran, ternyata diluar hujan. Ah tau gitu tadi
aku bawa payungnya. Pendeknya pikiranku mengira, setelah hujannya reda kemungkinan
untuk hujan Kembali tipis. Ternyata aku sangat keliru, saat ini hujannya lebat.
Aku dan semua pengunjung-yang tidak
membawa payung maupun jas hujan- yang hendak pulang pun terjebak. Bersama pengunjung
lain aku mencari tempat yang nyaman untuk menunggu hujan berhenti, sayangnya
aku tidak kebagian tempat duduk. Untungnya kutemukan deretan anak tangga menuju
lantai dua toserba ini di samping pintu masuk, lumayan.
Saat menunggu, ekor mataku tak sengaja
menangkap seorang perempuan yang kurasa umurnya di bawahku tengah memanggil-manggil
ayahnya untuk mendekat kearahnya. Dengan suara lembut ayahnya menghampiri gadis
tersebut. Aku kembali memainkan ponsel utuk mengusir rasa bosan. Mataku berkeliling
lagi mengalihkan mataku dari ponsel yang lama-lama membuat sakit mata. Kali ini
mataku menangkap moment indah yang jujur membuat aku dan mungkin sebagian orang
iri. Kepala gadis itu di senderkannya ke bahu ayahnya, ibunya yang turut
disampingnya sibuk meminta pendapat keduanya tentang, haruskah mereka membeli
jas hujan. Sudut bibirku melebar. Keluarga yang harmonis. Beberapa saat aku iri tidak bisa seperti itu.
Malam hampir larut, sementara hujan tak kunjung reda yang ada kian
membesar. Setelah menunggu beberapa saat, aku mengambil kantong belanjaan dan bergegas meninggalkan area toserba, menembus rintik hujan yang memang tidak
begitu lebat, meski cukup membuat baju yang ku pakai sedikit basah. Jika
kelaman disana aku tidak akan bisa pulang, ditambah perutku sudah keroncongan
dari sore belum diisi apapun.
Entah kenapa hujannya membawa syahdu,
rintiknya yang berkilau tersorot lampu jalan terlihat indah. Kepalaku menengadah
ke langit menyambut satu persatu air hujan membasahi wajahku, damai untuk rasa syukurku hari ini. Bandung memang
selalu memiliki ceritanya tersendiri.
Komentar
Posting Komentar