Waktu bener-benr cepet banget pergi, sampe-sampe baru sadar Januari itu udah 7 bulan yang lalu. Itu artinya aku masih menganggur, hmmm lama juga.
Berbulan-bulan ini aku sadar jalan hidupku
bener-bener bak kapal pecah. Warning dalam diriku sudah berkali-kali nyala, bahkan
sudah menunjukan melaui reaksi tubuhku yang jika dilihat dari luar memang bisa di katakan masih sehat.
Menjadi seorang pengangguran di
usia 23 tahun dan tidak memiliki skill apapun ternyata ngeri-ngeri sedap cuy. Nyari
sampingan susah, skill gak punya, kebutuhan semakin banyak dan kalo minta ke
orangtua pun udah malu. Gak heran ibuku kecewa.
Ternyata banyak plan buat masa
depan tanpa dibrengi dengan jalan yang benar dan dorongan yang luar biasa kuat gak
membuat aku keluar dari zona nyaman; Cuma berputar-putar di tempat; seperti hamster
dan rumahnya. Banyak hal yang ku rencanakan dari yang mudah hingga yang besar. Ternyata
semua hanya rencana jika tanpa ada tindakan, minimal tindakan kecil yang setiap
harinya selalu rutin di lakukan. Dan aku masih stuck dengan pikiran buntuku
karena selalu kurang motivasi hidup. Memiliki tujuan sebesar apapun selama
motivasi hidup kurang dari batas minimal, akan sulit juga.
Mantra yang setiap saat sering
aku rapalkan pun tidak mempan. Aku melakukan semua ini untuk kedua orangtuaku, benar.
Sejak dulu aku tidak tahu hidupku mau dibawa kemana, karena aku selau takut
dengan pilihan yang kuambil, takut salah memilih, takut gagal, takut membuat kecewa,
takut tidak bisa, takut tidka bertanggung jawab dan takut-takut yag lainnya.
Sayangnya tanpa aku sadari semua
ketakutan itu membuat jalan hidupku semakin susah dan aku semkain sulit mengambil
keputusan. Termasuk keputusan kecil sekalipun. Aku terbiasa di arahkan karena
banyaknya ketakutan itu. Dan ternyata itu salah. Sangat-sangat salah. Dan Ketika
aku memikirkan kesalahan-kesalahan itu, alam bawah sadarku berkata tidak
sepenhnya salahku semua, ada keterlibatan kedua orang tuaku juga di dalamnya,
terutama bapak yang merelakan mama pergi dari sisi hidupku akibatnya masa pertumbuhanku
tidak banyak dihabiskan dengannya.
Di sisi lain aku tidak mau terus
mengeluh akan kekecewaanku pada diriku sendiri dan mereka. Aku berpikir setidak
normal apapun dulu aku, di masa depan aku bisa hdiup nomal seperti kebanyakana anak
lainnya. Aku bisa bangkit, aku bisa sembuh, aku bisa termotivasi lagi.
Ternyata, 2022 menjadi hal yang
mengerikan. Nenek meninggal. Salah satu kunci motivasiku selain mama. Beliau
yang selalu ada Ketika aku butuh kasih sayang seorang ibu. Salahnya aku, aku
menggantungkan kebahagaiaan hidupku dan motivasi terbesarku ke orang-orang ynag
berpotensi meninggalkan ku (pergi selamanya atau pergi).
Menyalahkan Tuhan pun bukan
perkara baik. Aku sangat tahu Tuhan selalu memeberikan alur hidup yang tidak
mudah ditebak dan memilki ending yang luar biasa indah. Hanya saja dalam
prosesnya hampir gila. Bukan, bukan karena faktor dari laur saja, tapi karena faktor
dalam diriku sendiri dan orang rumah sebagai tempat pertama aku belajar tentang
isi dunia.
Jika orang bertanya apa ketakutan
terbesarku, dengan senang hati aku jawab adalah menghadapi diriku sendiri.
Orang pernah bilang salah satu
menghadapi diri kita sendiri adalah pertamanya memaafkan kedua orangtua atas kesalahan
pola asuh mereka dalam membesarkan kita. Karena bagaimanapun mereka baru
pertama kali menjadi orangtua, tidak ada yang mengajarkan mereka sebelumnya. Selain
itu kita juga harus memaafkan diri sendiri. Dua hal itu cukup berat buatku.
Dan ketakutanku masih berlanjut; entah sampai kapan.
ada satu kalimat yang benar-benar menamparku disini:
"Berhentilah berfikir berlebihan, sepotong besi rusak karena karatnya sendiri. Jangan biarkan dirimu rusak karena pikiranmu sendiri. Tidak usah terlalu cemas, karena cerita hidupmu telah ditulis oleh penulis skenario terbaik."
-Habib Umar Bin Hafidz-
Bandung, 12-07-2024
Komentar
Posting Komentar